Jumat, 30 November 2012

Patrick dan Spongebob


Patrick bilang ke SpongeBob kalau pacarnya akan segera menikah. Tunggu, sebelumnya saya beri tahu pada kalian, kalau Patrick dan SpongeBob dalam cerita ini adalah dua orang sahabat perempuan yang memang terlahir sebodoh Patrick dan SpongeBob. Setidaknya, seperti itulah yang mereka rasakan. Kalau tidak benar bodoh, ya benar dibodohi orang-orang di sekelilingnya. Bukan, kami tidak tinggal di Bikini bottom. Kami tinggal di atas Bumi. Tempat yang, sebenarnya jauh lebih menyenangkan dari dasar lautan. Tapi, kamu tahu. Kami rasa dasar laut masih lebih adil dari pada hukum di atas Bumi ini. Dan orang-orang di sekeliling kami bukan berarti mereka jahat semua. Mereka hanya terlalu banyak masalah, sampai kerap tak sempat berempati pada masalah orang lain. 

Ya, seperti itulah, sepertinya Bumi lebih banyak dipenuhi orang-orang macam Squidward. Mereka, yang mudah merasa terganggu karena hal-hal sepele yang tidak sejalan dengan prinsip mereka. Bahkan oleh makhluk yang tidak bermaksud mengganggu mereka sekalipun. Contohnya saja ya, mereka sering kali sengaja menginjak semut yang tengah berkumpul manja di dekat makanan mereka yang manis. Iya, semut-semut itu mati begitu saja, padahal kan semut-semut itu bahkan tidak bisa mengerti, kalau apa yang tengah mereka coba makan sudah memiliki kepunyaan. Semut itu pikir, gula-gula itu Tuhan yang jatuhkan dari langit. Iya, saya rasa dengan tubuh semungil itu, sesederhana itulah isi pikiran semut. Saya rasa seharusnya, manusia-lah yang lebih pantas dihukum. Karena mereka lalai menyimpan kepunyaan mereka yang manis, sehingga semut-semut itu masih bisa menemukannya tergeletak di tempat di mana mereka sering bermain dan berbaris.

Ah, sudahlah. SpongeBob dan Patrick kan tidak suka memikirkan hal-hal yang menyulitkan seperti itu lama-lama. Biar takdir yang menentukan kemana hal-hal merepotkan itu akan berakhir. Tuhan lebih pandai menyelesaikannya. Mari kita kembali ke awal cerita saja ya.

Patrick bilang pada SpongeBob kalau pacarnya akan segera menikah. Pacar yang kini sudah bukan pacarnya lagi. Entah, apakah di Bikini Bottom ada  yang dinamakan "Mantan" atau tidak. Tapi di atas Bumi yang cantik ini. Kata "Mantan" sering jadi bahan perbincangan. Iya, oleh mereka yang masih terjebak dalam masa lalu. Dan hobi manusia di atas Bumi ini memang lari dari kenyataan, jadi ya begitulah, sukanya mengulang-ngulang pembicaraan tentang hal yang jelas sudah berlalu-yang bahkan kadang diperbincangkan hanya untuk mengingat sakit hatinya sendiri.

Patrick dan SpongeBob sendiri biasanya sih, tidak punya ingatan yang kuat tentang hal-hal di hari kemarin. Biasanya ya. Kecuali kalau kejadian yang terjadi agak luar biasa menyenangkan atau agak luar biasa menyakitkan. Mereka tetap butuh 'jeda' untuk melupakannya.

“SpongeBob, Desember nanti, Arjuna nikah.” SpongeBob yang saat itu tengah menyantap makanannya sendirian di dapur pun terlonjak kaget.

“Khuk khuk khuk! Dan itu jelas bukan sama lo kan? Kok bisa?!”  SpongeBob sampai tersedak kuah mie rebus yang tengah coba dia telan. Sekuat tenaga mencoba menepuk-nepuk dadanya agar batuk dadakan itu segera berhenti.

“Nyaris 2 tahun ini dia bohongin gue. Dia udah punya calon istri sejak lama. Dia udah tahu, dengan siapa dia bakalan nikah dan tetep cium-ciumin gue dan bilang sayang. Manusia macam apa dia?”

“....” SpongeBob spechless tapi bergumam di dalam hatinya; "Bastard."

***
Beberapa minggu sebelumnya..

“Patrick, gue cuma mau bilang ya, kalau entah kenapa gue ngga suka sama Arjuna. Kalo lo tetep sama-sama dia. Ngga tahu kenapa gue ngerasa kalau bakal ada hal buruk yang bakalan terjadi.” Jiwa cenayang SpongeBob mengudara.

“Tapi gue sayang dia.” Orang kalo lagi jatuh cinta emang kekeuh.

“Gue ngga ngeraguin itu. Pokoknya, yang penting gue udah bilang ya. Lo inget pesan gue ini. Inget hari dan jam ini. Sahabat lo ini, udah pernah ngomong kaya gini.” SpongeBob pun berkata tegas.

“Gue tau, lo bilang karena lo peduli. Tenang aja, gue bakal baik-baik aja.” Patrick-nya tetep ngeyel.

***

“Gue sedih. Rasanya gue kayak ngga akan pernah bisa ngelewatin Desember. Gue sedih dan sakit. Kenapa ada manusia yang setega itu sama gue?” Itu, BBM Patrick yang entah sudah keberapa kalinya. Merengek soal Arjuna.

“Tanggal 12 kemarin dia ulang tahun. Gue kangen sama dia.” Lanjut Patrick lagi.

“Gue kan udah pernah bilang. Kalau sedih ya sedih aja, jangan disangkal. Asal jangan lupa buat berhenti sedih dan lanjutin hidup.” Hanya itu. SpongeBob yang juga bodoh ini hanya bisa menulis itu setiap kali Patrick menceritakan kegundahanannya.

SpongeBob kenal betul siapa Patrick. Selama mereka bersahabat, Patrick bukanlah tipe manusia yang mudah merengek karena cinta, bahkan jarang menangis saat mendengar berita kematian. Bila dia sampai merengek, maka rasa sayang juga sakitnya pasti jelas begitu besar pada siapa pun manusia brengsek itu.
Dan ini nyaris menyentuh November. Bagaimana dengan lucunya, cinta bisa membuatmu berpikir bahkan kamu tidak akan pernah bisa melewati hari depan.

Patrick kan bodoh. Jadi ya ngga apa-apa lah ya dia begitu.

***

“Bahkan orang bodoh macam kita begini aja, masih banyak yang tega nyakitin.”

“Karena mereka pikir, orang bodoh itu ngga cukup pandai buat sakit hati.”

Ya, gue rasa hati mereka ngga sepandai otak mereka.”

“Udah bodoh. Jatuh cinta pula. Ya makin bodoh ajalah kita.”

“Kenapa kita selalu ngebodohin diri sendiri terus? Kenapa kita bangga banget kalo kita bodoh?”

“Karena itulah salah satu pengingat diri. Kalau kita masih manusia dan masih butuh Tuhan.”

“Jadi, orang pintar ngga butuh Tuhan gitu?”

“Bukan gitu juga. Orang pintar itu suka ngerasa lebih pandai dari Tuhan. Itu aja bedanya.”

“Tapi kan, jadi orang pintar itu enak. Mereka selalu mikirin semuanya pake logika. Mereka pasti lebih cepet lupa kalo dikecewain. Mereka mana mau rugi waktu. Lah kita?”

“Nah itu dia, Tuhan ngga ada di sana. Dalam pikiran logika, Tuhan tak mau tinggal. Tuhan tak perlu logikamu, dalam ketidak logikaanmu, Dia tahu bahwa kamu tetap dapat mencintai Dia yang bahkan tak mampu kamu lihat. Dan karenanya Dia mencintaimu. Orang bodoh macam kita, kita hanya kerap terlalu serius kalo lagi sayang sama orang. Padahal orang itu, ga serius-serius amat sayang sama kita. Itu aja sih.”

“Kalo gitu jadi bodoh begini lebih baik. Harusnya kita bangga dong ya, walau cuma sedikit.”

“Bukan lebih baik juga.”

“Kenapa kamu lama-lama nyebelin?!”

“Semua orang yang lagi jatuh cinta, pasti setingkat lebih blo'on dari yang ngga. Yakin aja gitu. Kesimpulannya: detik ini gue lagi lebih pinter dari elo.”

“Atau mungkin ini karena kita ngerasa, kalo kita cukup punya Tuhan saja untuk terus bisa hidup.”

“Itu konyol. Kita tetap perlu makan. Ingat, manusia ngga bisa hidup kalau ngga makan. Tidur di bawah batu ngga bikin kamu amnesia kan?”

“Oke, fine, aku paham. Kalo gitu mari kita berdoa sebelum makan dan sebelum tidur nanti.”

“Kamu mau doa apa?”

“Agar bisa tetap sesekali berpikir bodoh tapi semakin pintar menyayangi diri sendiri.”

“AMIN.”
***

“SpongeBob, Desember nanti Arjuna nikah.” Sebuah pesan masuk. Dan itu dari Patrick.

“Bersyukurlah kamu bukan ditakdirkan Tuhan untuk jadi perempuan yang dia nikahi.”

“Kenapa?”

“Karena berarti selama nyaris 2 tahun ini, kamu tidak sedang punya calon suami yang nyium-nyiumin dan bilang sayang ke perempuan lain. Kurang beruntung gimana coba, kamu bukan jadi dia.”

“....” Patrick ngga ngeyel lagi.

***

Ditinggal nikah. Saya rasa itu adalah kesempatan yang ngga seorang pun perempuan ingin dapatkan. Tapi, nyatanya, ribuan bahkan ratusan ribu orang di muka Bumi ini pernah mengalaminya. Tapi tak pernah terbayangkan, kalau yang mengalaminya adalah sahabat saya sendiri. Patrick.

Cinta itu memang suka bikin manusia tiba-tiba bodoh.
Tapi, saya rasa itu bukan cinta. Itu rasa sayang yang kadarnya lebih banyak saja.
Bukankah cinta lebih baik dari penghianatan. Bukan begitu? Yakin sajalah begitu, dari pada kecewa-nya semakin dalam.

Ketika sepasang manusia bisa memutuskan untuk bersama, maka mereka pun bisa memutuskan untuk tidak lagi bersama. Se-simple itu. Tapi Tuhan, tidak pernah suka perpisahan yang dijalani setelah sepasang manusia bersumpah janji di hadapan-Nya.

Pacaran, ya ngga apa-apa putus. Tunangan, ya ngga apa-apa kalau batal menikah. Menikah, saya harap kamu hanya punya ‘maut’ yang sanggup memisahkan kalian.

Dan saya harap kamu pun bertemu dengan pria yang mampu mempertahankanmu sampai akhir Patrick. Itu doa SpongeBob-mu ini.

Semoga tak ada lagi yang perlu membodohi kamu dengan kepandainnya berbohong.
Bohong itu dosa. Tapi banyak manusia yang lupa dosa itu apa aja. Mereka terlalu pintar bermain dengan teori, lalu lupa mengisi diri mereka sendiri dengan hati nurani.

Selama belum bersumpah janji di depan Tuhan. Janganlah terlalu lama berputus asa karena tali cinta yang putus. Kedewasaan pun terkadang datang dari perpisahan. Bukan berarti harus menyesali apa yang pernah dibagi bersama. Biar semua yang indah tetap indah di masa yang lalu tanpa harus jadi buruk karena perbuatan di masa kini. Manusia itu ya memang ahlinya mengingat yang buruk, tapi bukan berarti yang ‘baik’ tidak bisa diusahakan tetap dikenang ada dalam diri seseorang. Bicara lebih mudah, tapi apa iya mencobanya sebegitu sulit? Sampai harus selalu bilang; bicara itu mudah.

Sometimes when people grow, they grow apart. It's called: LIFE.

Bersedih-lah. Tapi ingat untuk berhenti bersedih. Masing-masing kalian akan tetap bisa menjalani hidup dengan baik walau tak besama. Beneran deh.

Kelak nanti, akan ada yang datang menghampirimu dan menemanimu kembali berbahagia. Lalu apa yang pernah terjadi dulu, kamu akan menjadikannya hanya sekedar cerita lelucon bersama teman makan siangmu.
Waktu mampu merubah kesedihan jadi tawa yang paling menyenangkan. Asal kamu mau memberinya kesempatan. Berilah waktu kesempatan melakukan hal itu untukmu.

Bersabarlah dalam berproses.
Bersedih pun kadang tak perlu terburu-buru.
Tuhan pasti dengar jelas doamu, Dia pun yang paling mengerti dengan jelas kekecewaanmu. Dan bila kamu telah berusaha tegar semampumu, maka biarkan Dia menentukan waktu yang tepat untukmu dapat berjalan kembali.
***

“Spongebob, Desember nanti, Arjuna nikah.”

“Yaa terus..” 
                                                                         
“Kita kapan?”

“....”